BERITA TTG CHRISTIAN EMOR ~ Losnito NEWS | SMP-SMA LOKON

31 Juli 2010

BERITA TTG CHRISTIAN EMOR

TOMOHON— Christian George Emor, siswa SMA Lokon St Nikolaus yang sekarang naik kelas XII, meraih juara dunia di Olimpiade Fisika Internasional ke 41 yang digelar di Zagreb, Kroasia 17–25 Juli 2010. Yang hebat, siswa jenius ini meraih keberhasilan setelah memecahkan sebuah rumus fisika nuklir yang sulit dijawab peserta dari berbagai negara lain.
Perolehan medali emas yang direngkuh anak pasangan Ir Johni Emor dan drg Engni Lotisna ini memang mengejutkan sekaligus membanggakan. Pasalnya, saat penggodokan kurang lebih 3 bulan dalam Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) dibawah asuhan Prof Yohanes Surya P.Hd dan Hendra Kwee, Emor punya saingan yang berat dari sesama kontingen Indonesia. “Selama persiapan banyak teman-teman dari Indonesia yang bagus-bagus,” akunya ketika dihubungi harian ini, Selasa (27/7), kemarin.
Emor menceritakan, selama masa persiapan di Yayasan TOFI yang terletak di bilangan Kelapa Gading Selatan Blok BH 10 Nomor 5 Gading Serpong Tangerang ini, ia belajar setekun mungkin. “Tanggung jawab yang begitu besar karena membawa nama Indonesia di tingkat olimpiade untuk pertama kalinya,” katanya. “Selain itu, target untuk meraih emas menjadi beban tersendiri,” sambungnya.
Sampai pada tiba waktunya, 19 Juli 2010, dimana Olimpiade Fisika digelar, Emor harus menghadapi tes teori dan mendapatkan soal dalam tiga bagian. Masing-masing bagian berisi lima item pertanyaan. Total ada sekitar 15 pertanyaan.
Alokasi waktu yang diberikan selama lima jam dimanfaatkan sebaik mungkin. Saat mengerjakan soal, Emor mengaku sempat mentok di pertanyaan bagian 3, menyangkut fisika nuklir.
”Waktu itu sempat bingung karena soalnya susah. Tapi mujizat, itu bisa selesai meskipun hanya empat puluh persen yang dikerjakan terkait dengan persamaan-persamaan yang ada,” akunya seraya mengaku sempat tak menyangka dapat mengerjakan soal-soal tersebut, karena rumus-rumus persamaan yang diminta susahnya minta ampun.
Pada akhirnya Emor memang mampu. Ia menuai nilai 23,5, dari 30 untuk jawaban sempurna. Perjuangan remaja berkacamata ini pun tak berhenti disitu saja. Masih ada tes praktikum dalam bentuk eksperimen yang harus dijalani dua hari kemudian, tepatnya 21 Juli 2010.
Emor kemudian melahap eksperimen mencakup elastisitas bahan/material dan konfigurasi magnet. Ujian in pun berhasil ditempuh Emor dan mendapatkan nilai 17,45, dari 20 jawaban sempurna. Alhasil, total keseluruhan nilai 40,95, dari 50 untuk nilai sempurna baik teori maupun praktek.
Pencapaian ini membuat Emor berhak mendapatkan medali emas dan berada di peringkat ke 15 dari 376 paritisipan yang berasal dari 82 negara. Sedangkan untuk peringkat pertama diraih utusan dari China dengan nilai 48. 
Kontingen Indonesia sendiri memborong empat emas dan satu perak. Medali emas dipersembahkan Christian George Emor dari SMU Lokon Tomohon,  David Giovanni SMAK Sower Gading Serpong Banten, Kevin Soedyatmiko SMAN 12 Jakarta dan Muhammad Sohibul Maromi SMA Pamekasan, Madura. Sedangkan perak direbut Ahmad Ataka Awwalur Rizqi dari Yogyakarta.
Dengan hasil gemilang Emor cs, Indonesia berada dalam sepuluh besar untuk perolehan medali emas. Kontingen China, Taiwan dan Thailand sendiri memperoleh lima medali emas.
Emor menambahkan, saat ini ia mempunyai impian untuk melanjutkan studi di Amerika Serikat atau minimal di Singapura, usai lulus dari SMU Lokon. “Akan mendaftar sebanyak mungkin college di USA dan Singapura,” katanya, antusias.
Untuk itu, remaja murah senyum ini yang pernah meraih medali perunggu di ajang Olimpiade Fisika tingkat Asia (APhO) ke-11 di Taipei, medio April 2010, ini berharap Pemprov dapat mengirimkan sebanyak mungkin siswa-siswi Sulut yang berprestasi untuk bertarung di ajang olimpiade sains.
“Semakin banyak yang dikirim, nama Indonesia khususnya Sulut akan semakin harum. Kita jangan mau direndahkan oleh bangsa-bangsa lain,” pungkas siswa yang dikenal bersahaja dan rendah hati ini.
Diketahui, kesuksesan Emor tak lepas dari metode belajar mengajar di SMA Lokon plus keuletan serta kegigihannya dalam saat mengikuti olimpiade tingkat kota dan provinsi, tahun 2009.
Setelah itu, Emor ikut dan mendapatkan medali perak di Olimpiade Nasional Fisika tingkat SMA yang diselenggarakan di Jakarta. Prestasi itulah yang membuatnya tergabung dalam Tim Olimpiade Fisika Indonesia, yang diasuh Prof Yohanes Surya P.Hd.
April 2009 juga ia berhasil meraih medali perunggu dalam olimpiade fisika tingkat asia. ”Christian itu orangnya tekun dan selalu bekerja keras. Ia begitu haus dengan prestasi,” nilai Prof Dr Mezak Ratag salah pengajar di SMU Lokon.
Kedatangan para pahlawan Fisika ke Indonesia pada, Senin (26/7) disambut  salah satu Kasubid Kesiswaaan Kementerian Diknas.
"Ini mukjizat bagi saya." Kalimat itu meluncur dari mulut Christian, siswa kelas III SMU Lokon saat ditemui Manado Post ini di Citywalk. Christian saat itu baru selesai mengikuti acara perbincangan di salah satu TV swasta. Mengenakan kemeja krem tua dengan bawahan celana agak kehijauan, Christian tambah kelihatan ganteng. Anak baru gede ini terlihat seperti model, ini ditunjang dengan rupanya yang menarik dan badan proporsional.
Hanya satu ciri khas yang menunjukkan kalau Christian itu jenius, yaitu kacamata. Maklum saja dari empat peraih medali emas olimpiade Fisika ini, rata-rata berkacamata.
Saat diwawancara, Christian yang pemalu ini tak mau sendiri. Dia lebih percaya diri kalau didampingi guru pembimbingnya, Hendra Kwee yang juga mantan jawara Olimpiade Fisika. Sesekali keduanya tampak saling bercanda, tak kelihatan kalau itu murid dan guru.  "Saya dan kak Hendra memang begini. Kami sudah seperti kakak adik," ucapnya.
Diceritakannya, saat mengikuti olimpiade Fisika ini, dirinya sempat mengalami krisis kepercayaan diri. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini juga tidak memasang target tinggi-tinggi. Lantaran, saat mengikuti olimpiade Fisika tingkat nasional maupun Asia, dia yakin bisa mendapatkan medali perak, tapi nyatanya hanya dapat perunggu.
"Waktu itu saya tidak yakin bisa juara, apalagi saya harus bersaing dengan 376 siswa utusan berbagai negara di seluruh dunia," ujarnya.
Namun, Christian bisa mengalahkan ketidakpercayaan dirinya. Christian bisa memperoleh angka 40,2 dari standar yang ditetapkan 48. Bahkan dia bisa menduduki peringkat ke-15 dunia.
"Ini hadiah dari Tuhan dan saya bangga karena bisa memuliakan Tuhan, karena talenta yang saya miliki berasal dari Tuhan," ungkapnya.
Ketertarikan Christian pada Fisika dimulai sejak kelas II SMP. Awalnya Christian yang siswa SMP 1 Gorontalo itu senang menggeluti Matematika seperti keahlian ayahnya. Atas saran gurunya, dia mendalami Fisika. Saat mempelajari Fisika, dia merasa ada kelebihan mata pelajaran tersebut, Kalau Matematika sifatnya abstrak, sedangkan Fisika bisa diimajinasikan.
"Saya bisa bayangkan kalau benda bergerak itu seperti apa, jadi imajinasi kita jalan," cetusnya.
Satu tahun kemudian Christian mengikuti olimpiade Fisika tingkat nasional. Targetnya saat itu ingin melihat pulau Jawa dan mendapatkan hadiah yang nilainya lumayan besar. Hasilnya, dia berhasil menyumbangkan medali perunggu. Kepiawaian Christian di bidang Fisika terbaca oleh SMU Lokon yang kemudian menawarkannya beasiswa. Duduk di kelas II SMU, Christian dibidik Johanes Surya, pemilik Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia.
Ketika itu Johanes melakukan lawatan ke daerah-daerah untuk mencari siswa-siswa berprestasi di bidang Fisika. Tibalah dia ke SMU Lokon. Oleh ketua Yayasan SMU Lokon, ditawarilah si Christian. Melihat performa Christian, Johanes yakin kalau anak itu punya potensi besar. Tanpa ragu, Johanes pun membawa Christian ke Yayasannya dan dilatih untuk mengikuti persiapan olimpiade Fisika.
"Jujur saja, kalau bukan karena jalur khusus ini saya tidak mungkin bisa seperti sekarang. Untuk masuk ke tim nasional tidaklah gampang, prosesnya rumit dan panjang, mulai seleksi tingkat kabupaten, provinsi sampai nasional. Karena itu ketika di Yayasan pak Johanes, saya belajar sekeras mungkin agar bisa bersaing dengan anak-anak lainnya," tuturnya.
Di Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia ada 15 siswa yang masuk karantina. Dari situ diseleksi lagi untuk mendapatkan delapan siswa. Kebetulan Christian lolos dan bisa masuk tim nasional.
Meski termasuk golongan anak jenis, Christian tetaplah seorang ABG. Meski tidak suka hura-hura dan jalan-jalan, diam-diam dia rupanya menyukai teman sekolahnya. Hanya saja cowok pemalu ini tidak berani mengungkapkan dan memilih untuk memendam perasaannya.
Namun pemalunya itu menurut Christian  bagian dari kelebihannya. Dengan tidak memiliki pacar, dia bisa menghabiskan waktu dengan buku dan memecahkan soal-soal Fisika. Dengan menjawab soal-soal Fisika, Christian merasa menemukan kepuasan tersendiri. "Kalau lagi ingin cari suasana lain, saya senangnya main futzal dan tenis meja. Kalau jalan-jalan saya tidak mau," akunya.
Christian pengalaman lucu ketika SD. Selama ujian, dia tidak pernah belajar. Anehnya Christian selalu mendapatkan rangking dua atau tiga di SD Santa Maria Gorontalo. Kebiasan main-mainnya itu berlanjut sampai dia duduk di kelas I SMP. Christian lebih senang bermain play station daripada belajar. Namun saat duduk di kelas II, bakat alami Christian di bidang ilmu pengetahuan muncul dan semakin terasah hingga duduk di kelas III SMU.
Atas prestasinya ini, Christian berhak mendapatkan beasiswa untuk perguruan tinggi. Negara Singapura pun sudah dibidiknya. Dia ingin mendalami IT maupun teknik. "Saya tidak mau sekolah di Amerika, kurang cocok buat saya. Saya senangnya di Singapura, ortu pun sudah merestui niat saya," terangnya.
Di balik keberhasilan Christian, adalah Hendra Kwee yang menjadi pembimbing sang jawara. Kepada koran ini Hendra mengaku melihat bakat Christian sejak tahun lalu. Kala itu Christian menjadi tim tamu dalam olimpiade fisika se Asia di Bangkok Thailand dan meraih medali perunggu. Satu keistimewaan Christian, bisa memecahkan soal yang levelnya setara bahkan lebih tinggi untuk tes masuk S3.
"Saat ketemu, saya bilang kamu belajar yang lebih tekun, tahun depan kamu pasti masuk tim nasional dan bisa jadi jawara, dan ternyata ini bisa dibuktikan," kisahnya.
Meski harus bersaing dengan anak-anak dari pulau Jawa, Hendra menilai Christian bisa menunjukkan kemampuannya. Dia pun terkejut ketika Christian bisa mengerjakan soal yang tingkat kesulitannya cukup tinggi. Dalam mendidik Christian cs, Hendra mengaku melaksanakan beberapa tahapan. Tahap pertama melatih kecepatan menangkap serta menyelesaikan materi S1 dan S2  dalam waktu 30 hari.
Misalnya untuk materi kuliah satu semester diselesaikan satu bulan saja. Tahap kedua, kuliah tiga semester diselesaikan dalam satu bulan. Dengan waktu belajar dari pukul 08.00 - 17.00.
Agar siswa enjoy, pembina memberikan kebebasan pada siswa. Pembina hanya memberikan kuliah dasar, siswa yang mengembangkan. Masing-masing diberikan soal yang berbeda dan diselesaikan sendiri. Jika ada yang ingin ditanyakan, siswa bisa mendiskusikannya dengan pembina. "Kadang saya kasi soal yang menyimpang dari yang diajari, untuk melihat kemampuan anak menggali soalnya, dan Christian ternyata bisa. Makanya saya yakin dia pasti jadi jawara," tegasnya.
Hendra menambahkan, potensi siswa di daerah termasuk Sulut banyak. Hanya siswa di daerah tidak berani bermimpi. Dengan bermimpi, setiap anak punya dorongan kuat untuk maju dan meraih mimpi-mimpinya. "Jangan pernah takut bermimpi. Karena dari mimpi itulah, kita bisa meraih sukses," pungkasnya. (fillip/mesya)

Sumber: http://www.manadopost.co.id

0 comments: