Siswa Jadi Relawan Bencana Banjir Manado ~ Losnito NEWS | SMP-SMA LOKON

07 Februari 2014

Siswa Jadi Relawan Bencana Banjir Manado


 
LOSNITO -Paska bencana Manado (15/1), yang sangat dibutuhkan adalah sikap peduli. Bukan saatnya untuk menyalahkan siapa-siapa atau apa-apa yang menyebabkan terjadinya prahara banjir bandang, longsor, jalan putus, rumah hancur, dan lainnya di Sulut.

“Nilai kerugian bencana yang melanda di Manado, Tomohon, Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, Kepulauan Sangihe Talaud, mencapai Rp. 1,871 trilyun rupiah” ujar Gubenur Sulut, Drs. Sinyo Sarundajang dalam wawancara khusus dengan Metro TV. Sementara itu, korban jiwa mencapai 16 orang.

Banjir juga menenggelamkan sekolah-sekolah di Manado. Menurut Boyke Robot MM, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Diknas Manado, tercatat ada 87 sekolah terendam, dengan rincian 25 TK, 50 SD, 4 SMP, 4 SMA, 4 SMK. Sekolah-sekolah ini berada di wiayah Kecamatan Tikala, Singkil, Wenang dan Wanea.

Hari Senin (20/1) saya dan teman-teman kantor mengirim bantuan dan sempat melihat keadaan salah satu Posko Bencana di Jalan Sam Ratulangi. Tumpukan bahan makanan, minuman, selimut, kasur, obat-obatan terlihat menggunung di posko meski sebagian sudah disalurkan. Dari Posko dikatakan bantuan selimut dan kasur sangat dibutuhkan, apalagi cuaca masih sering hujan meski tidak setiap hari.

Pada hari yang sama, Jusuf Kalla, mantan Wapres RI, dengan berbaju Palang Merah Indonesia (PMI), memberikan bantuan dan terjun langsung ke lokasi-lokasi bencana di Manado dan Tomohon. Sebagai Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla menguncurkan dana 1 milyar rupiah untuk seluruh korban bencana. “Tak hanya itu, seperti yang dilaporkan media, disebutkan JK telah mengerahkan 20 dum truk, 60 tangki air, 600 skop, 500 galon, 20 gerobak sampah, 50 alkon, dll” ujar James Karinda, Ketua DPD PMI Sulut saat mendampingi JK melihat lokasi-lokasi bencana.

Wapres Budiono juga datang ke Manado selama 3 jam Selasa, (21/1) dan mengunjungi dua lokasi bencana di Dendengan Lama dan Komo (33 rumah rusak berat, 300 lebih rusak ringan, 588 KK). Keterbatasan waktu kunjungan Wapres hanya 3 jam di Manado, sempat mengusik hati sebagian warga tentang apalah artinya kunjungan itu. Dana 200 juta rupiah disumbangkan Wapres untuk korban bencana.


Sebelum Wapres datang, Menkokesra Agung Laksono dan Menkes dr Nafsiah Mboi lebih dahulu meninjau secara dekat para korban bencana dan melihat sejauh mana kerusakan fisik akibat banjir bandang di Ranotana Weru dan Komo Luar. Jalan putus di Tambulinas, Tinoor juga mendapat perhatian pejabat negara ini.


Kemarin saat saya dan teman-teman menyalurkan bantuan ke Manado, kami berjumpa dengan rombongan berapa warga Tomohon dan Tondano yang menjadi relawan untuk ikut membersihkan sampah-sampah, lumpur dan kotoran akibat banjir bandang.

Sayang niat baik itu, seperti yang saya alami, mendapat kendala dalam perjalanan sehingga waktu tempuh dari Tomohon, melalui jalur Tanawangko, Minahasa Selatan, menuju ke Manado 3 jam lebih. Selain banyak kendaraan dari Tomohon menggunakan ruas jalan yang sama, kemacetan terjadi di tiga titik. Yang pertama, di jembatan Ranotongkor, Tombariri yang diterjang oleh sampah kayu-kayu yang terbawa arus deras banjir. Yang kedua, titik kemacetan terjadi di Tateli. Jalan di atas jembatan kecil itu sedang dikeruk tanahnya akibat banjir bandang. Sistem buka tutup jalan membuat padat merayap bagi kendaraan yang akan menuju Manado.


Titik macet juga terjadi di Sario sekitar jembatan. Lumpur tebal akibat luapan sampah dan lumpur dari sungai Sario membuat becek jalan. Maraknya posko-posko jalanan untuk meminta sumbangan bagi pengguna jalan, ikut andil memacetkan kendaraan hari itu.

Hari berikutnya, Selasa (21/1) dengan dua bus, dan 1 elf, ke 80 siswa Lokon turun ke Manado untuk menyerahkan bantuan material dan uang ke posko di jalan Sam Ratulangi. Setelah itu, para siswa melakukan kerja bakti ke lokasi-lokasi bencana. Lokasi-lokasi bencana yang disambangi para siswa adalah Gereja Ignatius dan sekolah Soegijopranoto di Paal Dua. Beberapa siswa kerja bakti di rumah guru dan siswa yang diterjang banjir di Perkamil dan Pakowa.


“Pak, bole torang minta tenaga yang kuat for hela tu lumpur di halaman sekolah kang?” pinta seorang ibu guru yang melihat rombngan siswa Lokon datang. “Oke sebentar torang koordinasi” jawab Stenly pendamping siswa.


Jadi Relawan Membersihkan Lumpur Banjir Manado (21/1)
Proses pembersihan lumpur setebal 1 meter di halaman sekolah Soegijopranoto, menyisakan kisah-kisah heroik ala siswa. “Begini ya, supaya semua tidak lelah. Kita bagi per kelompok sepuluh orang. Jadi, setiap kelompok tunggu aba-aba saya ya. Saya hitung hingga sepuluh. Setiap hitungan, satu sekop nyiduk lumpur lalu dibuang di tempat situ ya!. Sampai hitungan ke sepuluh berhenti istirahat, lalu ganti kelompok berikutnya. Oke jelas?” teriak Stenly memimpin pembersihan lumpur. Para siswa menjawab dengan semangat, “Siapppp marjo kerja bakti….”.

Dengan cara itu para relawan siswa (yang tidak biasa mencangkul dan menyekop tanah), tidak cepat kehabisan tenaga. Akhirnya lumpur setinggi 1 meter pun bisa disingkirkan. “Ini lumpur dibuang di mana pak?” tanya seorang siswa. “Buang jo di sungai di sebelah situ” jawab Stenly.

Posisi sekolah memang berada di pinggir sungai. Karena itu ikut diterjang banjir bandang. Sementara itu hampir di semua lokasi bencana mengalami kesulitan untuk membuang lumpur dan sampah. Ada yang disatukan menjadi timbunan di ujung jalan. Ada yang dibuang kembali ke sungai. Ada yang diangkut dengan truk lalu dibuang di daerah lain. Sampai sekarang pembuangan lumpur banjir dan sampah masih menjadi persoalan sendiri.

0 comments: