TOMOHON by Losnito - Ada tiga pembicara utama dalam seminar pendidikan itu yang diselenggarakan di Ruang Pertemuan Hotel Formosa Manado, 8 September 2012 dihadiri oleh penyelenggara sekolah (Yayasan) dan Kepala-kepala sekolah SD, SMP, SMA dan Madrasah.
BOS
Kepala Diknas Propinsi Sulut, Bp. Drs. J.S.J. Wowor, MSi. menyampaikan tentang kebijakan Pendidikan
Nasional terkait dengan upaya sekolah dalam partisipasinya di dunia pendidikan
agar tercipta kehidupan bermakna.
Dikatakan, bahwa banyak usia produktif yang menganggur bukan
disebabkan oleh dirinya sendiri tetapi karena minimnya suber daya alam dan
lapangan pekerjaan di Indonesia. Berbagai krisis seperti krisis intelektual,
krisis sosial dan kredibilitas para pemimpin ikut andil dalam menciptakan
suasana itu.
Untuk mewujudkan visi Kemendiknas 2010-2014,
terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan
Indonesia CERDAS KOMPREHENSIF, maka berbagai upaya sudah mulai dijalankan.
Antara lain, memberikan otonomi sekolah untuk improvisasi dan meningkatkan
kreativitas dalam menyelenggarakan sekolah.
Pendidikan terkait dengan upaya pemerintah mengurangi
kemiskinan. Karena itu, kepsek tak hanya ahli sebagai pengawas dan
administrator tetapi sifat entrepreneurnya perlu diwujudkan. Data pada Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), APK dan APM bisa menjadi acuan untuk mewujudkan
insan Indonesia yang cerdas komprehensif melalui pendidikan atau sekolah.
Mindset yang benar tentang pendidikan harus dibangun
mengingat belum banyak yang mengetahui bahwa “pendidikan adalah investasi masa
depan bangsa”. Karena itu perlu ada perubahan cara pandang, bahwa sekolah bukan
pabrik tetapi komunitas. Siswa bukan sebuah gelas kosong tetapi bibit unggul
yang beranekaragam sehingga kecerdasan penting.
Direncanakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) ke depan akan
diberikan dengan standard 1 siswa 1 juta rupiah. Pak Star Wowor, demikian nama
akrab Kadis Dikbud Propinsi Sulut, mengakhiri ceramahanya dengan sebuah himbaun
agar semua saja mempunyai pedoman “KRILANGKUN”, Kritis, Langkah dan Tekun.
Akreditasi Sekolah
Bp. J.O. Bolang,
Kepala Badan Akreditasi dan Pengawas Sekolah dan Madrasah (BAP-SM) menegaskan
bahwa akreditasi sekolah merupakan akuntabilitas publik secara obyektif, adil,
transparan dan komprehensif. Akreditasi untuk persyaratan seleksi calon
mahasiswa, persyaratan pindah sekolah lain, persyaratan melamar pekerjaan,
penyelenggaraan ujian nasional.
Manfaat Akreditasi Sekolah adalah:
·
untuk peningkatan mutu sekolah dan rencana
pengembangan
·
feedback untuk kinerja sekolah
·
membantu untuk penerimaan bantuan pemerintah,
investasi dana, donatur
·
bahan informasi bagi masyarakat dalam hal
profesionalisme moral, tenaga dan dana.
Permendikbud Nomor
44, Th 2012
Pst. Fred Tawaluyan
Pr, Kepala BMPS mengkritisi Permendikbud
Nomor 44 tahun 2012, tertanggal 28 Juni 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar
sebagai ganti dari Permendikbud Nomor 60
tahun 2011 Tentang Larangan Pungutan
Biaya Pendidikan pada SD dan SMP.
“Kewajiban sekolah swasta untuk membayarkan “secara gratis”
biaya pendidikan bagi peserta didik yang tak mampu secara finansial dan terkait
dengan kebijakan “wajib belajar” hingga SMP, teratasi dengan munculnya
Permendiknas Nomor 44 itu. Hal ini melegakan bagi penyelenggara sekolah swasta”
kata Pst. Fred mengawali pembahasan peraturan baru itu.
Mengapa melegakan? Secara perhitungan, BOS yang diterima
sebesar Rp. 580.000,- untuk anak SD per anak per tahun dan Rp. 710.000,- untuk
SMP masih membebani sekolah karena dengan uang sebesar itu belum cukup untuk
menggaji guru dan harus ditanggung oleh penyelenggara sekolah. Untuk itu,
pungutan (atau lebih populer disebut dengan SPP) menjadi “tumbal” untuk
menutupi kekurangan dalam mengatasi biaya pendidikan.
Meski tidak dilarang melakukan pungutan dan sumbangan tetapi
Permendiknas No 44 itu telah mengatur ketentuannya seperti yang tersirat dalam
pasal 8 yaitu harus didasarkan pada RAPBS, disetujui oleh Komite Sekolah, dan
ada pembukuan khusus dan terpisah dari pembukuan dari penyelenggara sekolah.
Agar akuntabilitasnya terjaga, maka pertanggungjawaban dan
pelaporan pungutan dan sumbangan (sesuai dengan ketententuan peraturan itu)
harus ditujukan kepada orang tua/wali, komite sekolah dan penyelenggara.
“Sekolah yang sedang
menerima BOS, BOM, RKB, dana hibah dari pemerintah/pemda, dapat memungut biaya
pendidikan hanya untuk memenuhi kekurangan biaya investasi dan biaya
operasional sekolah. Jangan lupa, pembukuannya harus terpisah dari pembukuan
penyelenggara” kata Pst. Fred menggarisbawahi soal ketentuan Permendiknas Nomor
44 itu.
“Pemerintah akan memberikan sanksi pembatalan pungutan yang
dinilai meresahkan masyarakat” lanjut Pst. Fred sambil mengingatkan agar setiap
pungutan hendaknya dimusyawarahkan dulu dengan orang tua/wali siswa supaya
tidak timbul keresahan.
Dalam perjalanan pulang, saya dengan teman sekantor sempat
mereview apa yang tadi dibicarakan dalam seminar. Sistem keuangan yang terpisah dari sistemnya
penyelenggara sekolah menjadi beban tersendiri dan bisa menimbulkan gap
pengelolaan pihak sekolah dengan penyelenggara sekolah. Meski demikian, segala
kebijakan dari pemangku sekolah tentu tak lepas dari kebijakan penyelenggara
sekolah.
Semoga munculnya Permendiknas Nomor 44 itu, tidak membuahkan
“perdebatan” antara sekolah dan yayasan penyelenggara sekolah tentang pungutan
dan sumbangan.
Referensi tulisan:
-
Permendikbud No. 44 Th. 2012
-
Permendikbud No. 60 Th. 2011
-
Paper Seminar yang dibagikan
0 comments:
Posting Komentar