Arbain Rambey, “Jurnalis Foto Bisa Wangi dan Bisa Berdarah-darah” ~ Losnito NEWS | SMP-SMA LOKON

19 Februari 2013

Arbain Rambey, “Jurnalis Foto Bisa Wangi dan Bisa Berdarah-darah”



LOSNITO - Lelaki separuh baya berambut cepak beruban itu meletakkan tas dan kamera serta lensa bergelang merah di bawah kursi plastik biru. Sang pemilik kemudian meninggalkan barangnya, menuju ke lokasi pameran buku di sudut pojok Barat gedung  sport hall. Ibu berpakaian motif biru, yang duduk di dekat kursi biru itu lalu menarik kamera dari kolong kursi plastik dan menarik satu kursi plastik kosong dan meletakkan kamera itu di atas kurdi.

Tiba-tiba si pemilik kamera datang dan bilang, “Jangan taruh di atas kursi, nanti kalau jatuh lebih parah. Aman di taruh di bawah kolong kursi di atas lantai”.

Itulah awal pembelajaran dari sang fotografer yang bernama Arbain Rambey, fotografer senior dari Kompas, Digital Camera.

Sabtu (9/2) siang yang cerah Arbain Rambey, Soelastir Soekirno, dkk dari Kompas dan Gramedia datang ke sekolah dalam rangka Pendidikan Latihan Jurnalistik dan Fotografi untuk siswa-siswi se Sulut. Adalah Komunitas Cinta Baca Sulut yang mengorganisir kedatangan mereka. Kehadiran para wartawan itu ditunggu oleh para siswa sejak pukul 10.00 pagi di Sport hall, SMA Lokon, tempat diadakan acara pelatihan.

Tepal pukul 13.00 wita, opening ceromony dibuka dengan sambutan dan perkenalan secara interaktif dengan 350 peserta yang datang dari SMA/SMK Bitung, Minsel, Tondano, Manado dan Tomohon.

Kompas Muda Community diperkenalkan secara apik dengan metode interakif sambil setiap peserta diajak membaca langsung rubrik Kompas Muda yang dibagikan sebelum acara dimulai. Isi handbag yang diberikan secara cum-cuma oleh Tim Kompas Gramedia berisi koran Kompas, Majalah Digital camera, Ballpoint, Tali Flashdisk dan tas. Tak hanya itu, hadiah diberikan bagi yang bisa menjawab pertanyaan narasumber. Selain itu, metode saling tanya jawab antar peserta, berhadiah untuk penanya dan penjawab yang benar.

Pelatihan setengah hari itu juga memberi kesempatan bagi para peserta untuk mengikuti lomba jurnalistik dan fotografi di akhir acara yang langsung dinilai dan diberikan hadiah dari Tim Kompas.

Opening dan closing pelatihan bertempat di sport hall. Sedangkan ceramah dan tanya jawab materi diselenggarakan di Minitheater yang jaraknya hanya 200 meter ke arah gedung perpustakaan.

Cuaca yang cerah dan sedikit gerah siang itu, tak mengurangi minat dan niat 350 siswa untuk mengikuti pelatihan yang memang baru pertama kali diadakan di Tomohon oleh koran nasional Kompas. Apalagi Kompas mengirimkan wartawan seniornya yang saya dengar sudah dua puluh tahun lebih jadi

Soelastri Soekirno dari desk Muda Kompas, bertanya soal  5W+1H. Spontan para peserta menjawab sudah tahu karena masuk dalam pelajaran bahasa indonesia. Kemudian, lebih lanjut dikembangkan dengan gaya penulisan, seperti feature dan hardnews. Feature, kata Soleastri, meski ada newsnya tetapi kalau dibaca tidak kering. “Dalam sebuah feature, harus ada problem yang diangkat. Jangan cerita macam-macam ke sana ke mari” tegas Soelastri.

Peserta Diklat Jurnalistik dan Fotografi


“Yang terpenting dalam penulisan adalah keberanian untuk mengutarakan gagasan dalam bentuk tulisan. Latihan menulis dan sering membaca artikel, terutama feature, akan sangat membantu dalam setiap penulisan. Hanya gaya penulisan yang kaku, kurang menarik bagi pembaca” jelas Soelastri sambil menunjukkan contoh tulisan juara pertama lomba penulisan yang berjudul “400 km pertama jauh dari orangtua” karya Emansyah UGM, yang dimuat di rubrik Muda Kompas.

Arbain Rambey, fotografer senior Kompas, menjadi narasumber ke dua. Paparan foto-fotonya menjadi bahan pembelajaran yang menarik. Foto Agnes Monica seharian berbeda dengan tampilannya saat di atas panggung. Maia Estanty difoto saat berada di dapur, sehabis bangun. Brian Walski, reporter Los Angeles Time (2004), menghebohkan pembaca dengan foto olah digitalnya lewat photoshop, tentang Perang Irak.

Ada juga foto tentang tentara Inggris yang sedang mengencingi seorang tentara Irak (?) yang ditutup kepalanya. Foto ini empat menghebohkan pihak Kerajaan Inggris, namun setelah diselidiki ternyata hanya akal-akalan fotografer saja.

Dari pembelajaran foto jurnalis itu, Arbain Rambey mau mengatakan kepada peserta, “Suatu ketika anda dihadapkan pada realitas yang berdarah-darah, seperti pencuri motor ketika difoto langsung dibakar. Tapi ada juga yang foto enak-enak seperti fashion, artis dan sebagainya. Jadi, kalau anda mau jadi wartawan (foto), jangan mikir jadi kaya, berpikirlah menjadi jurnalis”.

Wajah para peserta tampak serius memperhatikan apa yang diceritakan oleh Arbain Rambey dengan berapi-api. “Kalau anda jadi wartawan, yakinkan diri anda senang dengan dunia jurnalis. Seorang fotografer bisa memilih Jurnalis “wangi” seperti memotret fashion dan cewek-cewek cantik. Bisa juga berdarah-darah karena memotret pencuri yang digebuki massa hingga berdarah, perang, kriminal dan sebagainya. Wartawan foto Kompas siap segala-galanya” kata Arbain mengingatkan para peserta sebelum sesi tanya jawab dimulai.

Akhirnya, para pemenang jurnalis, Juara I, dengan judul “Keindahan Pulau Bunaken Yang tercemar Sampah Kota Manado” karya Jennifer (tanpa cantumkan nama sekolah), Juara II, judulnya “Wisata Bahari Ala Aquino” karya Thalia, SMA Aquino, Manado, Juara III, berjudul “Manado Punya Cerita, Minat Remaja Manado”, Angel Pakasi, SMA Ignatius Malalayang.

Untuk fotografi, Juara I dan II, Kendi Goni, Priscilla dari SMK Kristen 1 Tomohon, juara III, Sri, SMA PGRI Manado. Catatan dari Arbain Rambey yang penting dalam memotret orang adalah ekspresi yang difoto.

Setelah pembagian hadiah, acara pendidikan latihan jurnalis dan fotografi, ditutup dengan sambutan dari Wapemred Kompas Trias Kuncahyono yang intinya seorang jurnalis dituntut untuk banyak membaca dan berlatih untuk menulis dan menulis tanpa kenal lelah.

0 comments: