LOSNITO - Lelaki separuh baya berambut cepak beruban itu meletakkan tas dan kamera serta lensa bergelang merah di bawah kursi plastik biru. Sang pemilik kemudian meninggalkan barangnya, menuju ke lokasi pameran buku di sudut pojok Barat gedung sport hall. Ibu berpakaian motif biru, yang duduk di dekat kursi biru itu lalu menarik kamera dari kolong kursi plastik dan menarik satu kursi plastik kosong dan meletakkan kamera itu di atas kurdi.
Tiba-tiba si pemilik kamera datang dan bilang, “Jangan taruh
di atas kursi, nanti kalau jatuh lebih parah. Aman di taruh di bawah kolong
kursi di atas lantai”.
Itulah awal pembelajaran dari sang fotografer yang bernama Arbain Rambey, fotografer senior dari
Kompas, Digital Camera.
Sabtu (9/2) siang yang cerah Arbain Rambey, Soelastir
Soekirno, dkk dari Kompas dan Gramedia datang ke sekolah dalam rangka
Pendidikan Latihan Jurnalistik dan Fotografi untuk siswa-siswi se Sulut. Adalah
Komunitas Cinta Baca Sulut yang mengorganisir kedatangan mereka. Kehadiran para
wartawan itu ditunggu oleh para siswa sejak pukul 10.00 pagi di Sport hall, SMA
Lokon, tempat diadakan acara pelatihan.
Tepal pukul 13.00 wita, opening ceromony dibuka dengan
sambutan dan perkenalan secara interaktif dengan 350 peserta yang datang dari
SMA/SMK Bitung, Minsel, Tondano, Manado dan Tomohon.
Kompas Muda Community diperkenalkan secara apik dengan
metode interakif sambil setiap peserta diajak membaca langsung rubrik Kompas
Muda yang dibagikan sebelum acara dimulai. Isi handbag yang diberikan secara
cum-cuma oleh Tim Kompas Gramedia berisi koran Kompas, Majalah Digital camera,
Ballpoint, Tali Flashdisk dan tas. Tak hanya itu, hadiah diberikan bagi yang
bisa menjawab pertanyaan narasumber. Selain itu, metode saling tanya jawab
antar peserta, berhadiah untuk penanya dan penjawab yang benar.
Pelatihan setengah hari itu juga memberi kesempatan bagi
para peserta untuk mengikuti lomba jurnalistik dan fotografi di akhir acara
yang langsung dinilai dan diberikan hadiah dari Tim Kompas.
Opening dan closing pelatihan bertempat di sport hall.
Sedangkan ceramah dan tanya jawab materi diselenggarakan di Minitheater yang
jaraknya hanya 200 meter ke arah gedung perpustakaan.
Cuaca yang cerah dan sedikit gerah siang itu, tak mengurangi
minat dan niat 350 siswa untuk mengikuti pelatihan yang memang baru pertama
kali diadakan di Tomohon oleh koran nasional Kompas. Apalagi Kompas mengirimkan
wartawan seniornya yang saya dengar sudah dua puluh tahun lebih jadi
Soelastri Soekirno dari desk Muda Kompas, bertanya soal 5W+1H. Spontan para peserta menjawab sudah
tahu karena masuk dalam pelajaran bahasa indonesia. Kemudian, lebih lanjut
dikembangkan dengan gaya penulisan, seperti feature dan hardnews. Feature, kata
Soleastri, meski ada newsnya tetapi kalau dibaca tidak kering. “Dalam sebuah
feature, harus ada problem yang diangkat. Jangan cerita macam-macam ke sana ke
mari” tegas Soelastri.
“Yang terpenting dalam penulisan adalah keberanian untuk mengutarakan gagasan dalam bentuk tulisan. Latihan menulis dan sering membaca artikel, terutama feature, akan sangat membantu dalam setiap penulisan. Hanya gaya penulisan yang kaku, kurang menarik bagi pembaca” jelas Soelastri sambil menunjukkan contoh tulisan juara pertama lomba penulisan yang berjudul “400 km pertama jauh dari orangtua” karya Emansyah UGM, yang dimuat di rubrik Muda Kompas.
Arbain Rambey, fotografer senior
Kompas, menjadi narasumber ke dua. Paparan foto-fotonya menjadi bahan
pembelajaran yang menarik. Foto Agnes Monica seharian berbeda dengan
tampilannya saat di atas panggung. Maia Estanty difoto saat berada di dapur,
sehabis bangun. Brian Walski, reporter Los Angeles Time (2004), menghebohkan
pembaca dengan foto olah digitalnya lewat photoshop, tentang Perang Irak.
Ada juga foto tentang tentara
Inggris yang sedang mengencingi seorang tentara Irak (?) yang ditutup
kepalanya. Foto ini empat menghebohkan pihak Kerajaan Inggris, namun setelah
diselidiki ternyata hanya akal-akalan fotografer saja.
Dari pembelajaran foto jurnalis
itu, Arbain Rambey mau mengatakan kepada peserta, “Suatu ketika anda dihadapkan
pada realitas yang berdarah-darah, seperti pencuri motor ketika difoto langsung
dibakar. Tapi ada juga yang foto enak-enak seperti fashion, artis dan
sebagainya. Jadi, kalau anda mau jadi wartawan (foto), jangan mikir jadi kaya,
berpikirlah menjadi jurnalis”.
Wajah para peserta tampak serius
memperhatikan apa yang diceritakan oleh Arbain Rambey dengan berapi-api. “Kalau
anda jadi wartawan, yakinkan diri anda senang dengan dunia jurnalis. Seorang
fotografer bisa memilih Jurnalis “wangi” seperti memotret fashion dan
cewek-cewek cantik. Bisa juga berdarah-darah karena memotret pencuri yang
digebuki massa hingga berdarah, perang, kriminal dan sebagainya. Wartawan foto
Kompas siap segala-galanya” kata Arbain mengingatkan para peserta sebelum sesi
tanya jawab dimulai.
Akhirnya, para pemenang jurnalis,
Juara I, dengan judul “Keindahan Pulau Bunaken Yang tercemar Sampah Kota
Manado” karya Jennifer (tanpa cantumkan nama sekolah), Juara II, judulnya
“Wisata Bahari Ala Aquino” karya Thalia, SMA Aquino, Manado, Juara III,
berjudul “Manado Punya Cerita, Minat Remaja Manado”, Angel Pakasi, SMA Ignatius
Malalayang.
Untuk fotografi, Juara I dan II,
Kendi Goni, Priscilla dari SMK Kristen 1 Tomohon, juara III, Sri, SMA PGRI
Manado. Catatan dari Arbain Rambey yang penting dalam memotret orang adalah
ekspresi yang difoto.
Setelah pembagian hadiah, acara
pendidikan latihan jurnalis dan fotografi, ditutup dengan sambutan dari
Wapemred Kompas Trias Kuncahyono
yang intinya seorang jurnalis dituntut untuk banyak membaca dan berlatih untuk
menulis dan menulis tanpa kenal lelah.
0 comments:
Posting Komentar