LOSNITO - Sabtu kemarin (17/8), setelah Upacara Detik-detik Proklamasi di kantornya, Walikota beserta Kapolres, Sekdekot, para Assisten, bergegas menuju ke panggung kehormatan yang berada di depan pos Sat Lantas, sebelah Bank Mandiri. Kali ini panggung menghadap ke Timur, karena pawai start dari ex-Kantor Walikota Rindam dan finish di patung Tololui, Matani yang berjarak lebih dari 10 km. Tahun lalu, rutenya dari Selatan ke Utara.
Tak seperti saat Pawai Pembangunan yang lalu (15/8), cuaca
hari itu cukup cerah dan cenderung panas. Di sepanjang jalan Raya Tomohon yang
dilalui oleh para peserta pawai, tampak masyarakat berkerumun dan bersiap-siap
menyaksikan pawai. Seperti tahun lalu, SD lebih dahulu jalan dan kemudian yang terakhir
dari perguruan tinggi.
Berbagai macam rangkaian bunga hidup yang dikombinasi dengan
tanaman hias mendominasi dekorasi panggung kehormatan. Walikota dan pejabat
teras Tomohon menempati kusi-kursi di panggung ini. Setiap peserta pawai selain
memberi salam kehormatan, juga menampilkan aktraksi yang memukau di hadapan
para pejabat dan masyarakat yang sudah menyemut di sekitar panggung sejak pagi
tadi. Tak jarang Walikota, Kapolres, Sekdekot mendapat “parcel” bunga dari para
peserta. Lumayan nih, panggung kehormatan makin semarak dihiasi oleh
bunga-bunga.
Masyarakat serasa mendapat hiburan gratis dari setiap
peserta pawai. Tak jarang antar peserta pawai bersaing menampilkan atraksinya
sebaik-baiknya bukan karena dinilai tetapi ikut berpartisipasi dalam
menterjemahkan arti dan makna kemerdekaan yang kemudian diekspresikan lewat
“display”, atraksi dari setiap peserta saat tiba di depan panggung kehormatan.
Karena itu saya semakin tertarik utuk memperhatikan tingkah laku ABG (anak-anak sekolah) yang menjadi peserta pawai meski didampingi juga oleh para gurunya di barisan belakang. Perlu diketahui, dalam setiap pawai 17-an, Tomohon diserbu oleh pengunjung dari luar daerah bahkan wisatawan asing untuk menonton pawai. Bukan tanpa sebab mereka datang untuk menonton “atraksi” dari kelompok Drum Band dan Marching Band.
“Brenti Jo Bagate”
inilah tema yang ditampilkan oleh Marching Band SMA Lokon di depan panggung
kehormatan. Alkisah, Verren siswa yang cantik dan aktif dalam setiap kegiatan sekolah
dan mudah bergaul dengan temannya, berpacaran dengan Rizky. Namun hubungan
Verren dan Rizky putus karena Rizky selingkuh dengan gadis lain yang tak lain
adalah sahabatnya Verren. Kegalauan hatinya itu membawa Verren jatuh dalam
pesta miras dan pecandu narkoba. Verren akhirnya jatuh sakit dan terjebak di
atas kursi roda. Melihat temannya aktif, Verren berteriak “aku bisa meraih
mimpiku”. Sejak sadar dan memberi nasehat pada orang lain, “Brenti Jo Bagate
(Berhentilah dari narkoba dan miras).
Cerita itu dikemas dalam sebuah ataraksi Marching Band
Losnito dengan dibumbui dengan membuat menara manusia dan kemudian setelah
memberi hormat, lalau menjatuhkan diri dan diterima oleh teman-teman. Atraksi
bak sirkus ini membuat masyarakat yang menonton berekasi “wouww”. Kuatir kalau
terpelest lalu membentur aspal.
Ilustrasi musik yang dibawakan oleh para pemain MB dilatih oleh Arwan Pangeran menghidupkan cerita Verren itu, antara lain mengambil penggalan lagu “Kamu
Ketahuan” dari Mata Band. Ada sekitar lima lebih penggalan musik dibawakan oleh
para pemain marching band dalam durasi 10 menit.
Selain SMA Lokon, atraksi meriah seperti itu ditampilkan
oleh Marching Band SMA-SMP dari Smanto, Smakers, Seminari, Familia, Gonzaga,
St. Clara, Kasgoro dan lainnya. Mereka ini bersaing untuk tampil terbaik mulai
dari lagu-lagu yang dibawakan marching band saat defile dan display. Tak hanya
itu, seragam mereka pun setiap tahun baru. Tarian dari kelompok cheers (gadis
pom-pom) yang bergoyang-goyang, menurut saya, semakin kreatif dan inovatif
setiap tahunnya. Sungguh menghibur penonton.
Meski demikian masih saja menyisakan kekurangannya. Panitia
tidak on time dalam mengibarkan
bendera start. Molor hampir satu jam lebih. Akibatnya, upacara penurunan
bendera ikut molor karena Walikota masih menunggu peserta terakhir pawai yang
sampai di depan panggung kehormatan.
Kegiatan pawai itu juga meninggalkan sampah yang berserakan
di sepanjang jalan raya Tomohon. Sampah ini dibuang sembarangan oleh para
penonton dan juga para peserta yang makan minum sambil jalan. Namun demikian,
setelah selesai pawai, saya melihat para petugas kebersihan dengan sapunya
langsung bereaksi cepat membersihkan sampah-samapah agar kota penerima Adipura
(2013) untuk pertama kali ini tetap bersih. Sementara itu, para penoton pulang
dengan hati senang karena mendapat tontonan gratis yang memukau.
Semoga kekurangan ini tak menjadi tradisi seperti halnya
pawai sudah mentradisi di kota Tomohon, kota bunga yang telah beberapa kali
menyelenggarakan Tournament of Flower (TOF) berskala International.
0 comments:
Posting Komentar