LOSNITO - “Amuba!” teriak salah satu Panitia MOS (Masa Orientasi Sekolah) kepada para siswa baru yang sedang berbaris. Serentak para amuba merespon dengan menghentakkan kakinya tiga kali dan kemudian dengan tangannya, memberi hormat kepada Senior sambil menjawab “Siappp Kakkk!”
Suara panggilan ke amuba, berikut jawabannya itu terus
berlangsung selama sepekan sejak Senin hingga Jumat (19/7). Suasana kampus
sekolah SMP/SMA selama sepekan menjadi riuh seru karena penyelenggaraan MOS
itu.
Ada korban? Ada bullying? Ada tindakan anarkis? Ada arogansi
para senior? Pertanyaan-pertanyaan ini memang dirasakan sangat miris bagi dunia
pendidikan. Tak urung, penyelenggaraan MOS menuai pro dan kontra ketika ada
peserta yang meninggal dunia saat melaksanakan kegiatan itu.
Saya ingin berbagi cerita tentang bagaimana MOS dikelola
dengan semangat kekeluargaan dan berkelanjutan di lingkungan sekolah berasrama.
Panitia MOS
Panitia untuk MOS Amuba (siswa baru kelas X) diserahkan ke
kakak kelasnya yaitu siswa kelas XII. Atau dua angkatan di atasanya. Seperti
kemarin yang menjadi Amuba adalah angkatan XII, sedangkan panitianya dari
angkatan X (Excellent).
Dengan cara demikian, tercipta hubungan “kakak-adik” seperti
dalam keluarga. Tak jarang dengan model ini terjalin ikatan emosional dan
psikologis yang berguna ketika amuba ditempatkan di ruang tidur bersama kakak
kelasnya. Oh ya setiap kamar di asrama di isi enam siswa dan setiap kamar ada
tutornya (kakak kelas).
Kegiatan MOS
Karena sekolah berasrama (boarding school) maka kegiatan MOS
diselenggarakan agak berbeda dengan sekolah yang tak berasrama. Saat MOS, posisi
amuba sudah menghuni di asrama dan praktis dibiasakan mengikuti jadwal harian
di asrama dan sekolah. Kondisi seperti ini memudahkan untuk menyusun kegiatan
MOS yang tak jauh berbeda dengan MOS tahun lalu.
“Saya menekankan bahwa kegiatan MOS itu adalah awal dari
proses pembentukan karakter sebagai Siswa Lokon” kata Ignas Gumansalangi, ketua
Panitia MOS SMA 2013-2014 yang sekaligus Ketua OSIS.
Karakter yang dimaksud itu, tak lebih dari upaya pihak
sekolah melalui panitia MOS untuk membiasakan para siswa baru dengan lingkungan
baru yang nantinya akan dia huni hingga tiga tahun ke depan. Karena lingkungan
“baru” nya itu lingkupnya luas dan melibatkan hampir 600 orang, maka dibutuhkan
pembiasaan-pembiasaan untuk siswa baru agar tidak kaget dengan lingkungan yang
dihadapi.
Budaya Menyapa
Tak usah heran, jika anda berpapasan dengan siswa Lokon,
anda akan disambut dengan sapaan seperti ini, “Selama Pagi, Pak. Selamat Pagi,
Bu. Selamat Pagi Kak”.
Budaya menyapa ini menjadi awal dari sebuah komunikasi. Karena
itu dibutuhkan keberanian untuk berbicara lebih dahulu. Keberanian inilah yang
kemudian dikembangkan menjadi berani berbicara di hadapan umum dan menanamkan
dalam diri anak sikap pro aktif dan suka bertanya (bukan sekedar bertanya).
Para tamu sekolah tak jarang merasa senang diperhatikan
dengan sapaan ini oleh semua penghuni di kampus. Begitulah kami membangun
sebuah budaya.
Kebiasaan Antri
Antri tak lagi dilihat sebagai kondisi giliran saja tetapi
sudah menjadi budaya dimana-mana. Dalam kehidupan bersama seperti di asrama dan
sekolah, siswa tak jarang harus antri karena situasi menuntutnya untuk antri.
Misalnya, saat mengambil makan yang ditata denan model prasmanan, keluar dari
ruang pertemuan melalui satu pintu, ujian lisan, dll.
“One line. Jalan berbaris menuju ke ruang makan” teriak
salah satu Panitia MOS memberi aba-aba untuk ke dining room, karena waktu untuk snak telah tiba. Baris satu-satu
(one line) menjadi salah satu cara untuk menanamkan budaya antri yang baik.
Motivasi Training
Dr. Chatief Kunjaya,
Presiden IOAA (International Olympiad on Astronomy and Astrophysic) memberikan
semacam motivation training di hadapan para amuba SMA/SMP di sporthall.
Kehadiran Dr. Chatief Kunjaya, yang juga pemangku Obervatoirum Bosscha dan
dosen ITB, ke sekolah Lokon dalam rangka
mempersiapkan Olimpiade Astronomi Asia Pasifik (APAO), 23-30 November 2013 yang
akan diselenggarakan di kampus Lokon.
Para alumni (Angkatan 9) yang sedang kuliah di berbagai
tempat baik di luar negeri dan Indonesia juga hadir untuk sharing pengalaman
suka dukanya mengikuti kuliah.
Outbound
Selain pengenalan berbagai fasilitas sekolah dan asrama serta
operasionalnya, siswa juga diajak untuk kegiatan outbound atau aktivitas di
luar kampus. Kegiatan outbound merupakan puncak dari fun-games yang diadakan
sebelumnya.
Panitia MOS menganggap outbound ini merupakan kegiatan klimaks
dari seluruh rangkaian acara MOS selama sepekan. Karena itu, setting acara
memang dipersiapkan dengan baik tanpa meninggalkan tujuan utamanya adalah
kepemimpinan, kerja sama, kekompakkan, persaudaraan, kekeluargaan, sportifitas
dan rekreasi.
Siswa diajak berjalan kaki menuju ke sebuah taman luas yang
bisa menampun ratusan orang. Kebetulan kami memiliki taman Kelong yang berjarak
sekitar 30 menit dari sekolah. Mereka berjalan berbaris per kelompok.
Sesampainya di Kelong, panitia mengecek fisik setiappeserta.
Bahkan diumumkan bagi peserta yang fisiknya kurang sehat, diharap untuk tidak
ikut kegiatan dan beristirahat di tenda dalam perawatan tim medis.
Kenyataannya, dari 150 siswa peserta MOS hanya ada lima yang tidak ikut
berjalan kaki dan ada dua yang tidak ikut outbound dengan alasan sakit. Masalah
kesehatan para peserta menjadi perhatian panitia MOS dan berada dalam
monitoring tim medis sekolah.
Acara pertama adalah masing-masing kelompok menampilkan
Yel-yel. Supaya tidak mononton, biasanya panitia memanggil satu peserta untuk “menghibur”
para pendamping. Ini bukan bullying tetapi cara ini adalah salah satu usaha
panitia mencari siswa-siswa yang berbakat dalam memimpin. Ada target setelah
MOS, akan terpilih satu orang pemimpin untuk angkatannya dan ini sudah diseleksi
sejak MOS dimulai.
Yang masuk dalam nominasi biasanya “digoda” dan diplonco
untuk menunjukkan keberaniannya, tanggungjawab dan sportifitasnya. “Seorang
pemimpin harus berwibawa di hadapan teman-temanya” lanjut Ignas.
Selain yel-yel, masing-masing kelompok menjalani permainan merayap
di tanah becek, mencium bumi pertiwi, memindahkan air lumpur dari depan ke belakang.
Pakaian menjadi kotor sudah merupakan bagian dari outbound.
Puncaknyanya adalah pembalasan kepada panitia atau seluruh
siswa kelas XII yang berkumpul dalam satu tempat dan kemudian diserbu oleh
peserta untuk dikotori dengan lumpur. Bagian ini diberi waktu hanya 8 menit
saja. Tak boleh lebih. Ini bagian MOS yang paling seru dan setelah itu tak ada
lagi balas dendam. Hubungan kakak adik dalam keluarga besar mengunci kegiatan
MOS dalam semangat persaudaraan.
Penutupan MOS ini melihatkan para guru, pamong dan staf
Yayasan. Bahkan, seluruh siswa kelas XI wajib datang karena tahun depan
merekalah yang akan menjadi panitia. Diharapkan, dengan melihat penutuan MOS, mereka
bisa merancang kegiatan MOS tahun depan lebih kreatif dan bermanfaat. Suasana
penutupan MOS makin menarik dengan kehadiran alumni angkatan 9 (yang dulu
memberi MOS buat panitia) juga hadir menyaksikan.
Kegiatan MOS ini menjadi awal untuk kegiatan lanjutan lainnya
seperti LKTD, Bakti Sosial, Live-in, dan Retreat. Begitu seterusnya, sehingga
MOS menjadi bagian dari program pembentukan karakter.
0 comments:
Posting Komentar