Bp. Tomy Moga, Wakasek Kesiswaan |
Sekali guru tetap guru. Itulah yang mengilhami beberapa tahun mengajar di kelas, mendidik siswa,
sekaligus mengerjakan tugas negara, selaku guru yang bukan pegawai negeri
sipil. Suka dan duka, menjadi guru telah mematangkan saya. Memahami dengan
mendidik, jelas berbeda dengan memahami dengan mengamati. Mendidik ada
interaksi dengan jiwa guru-siswa sehingga capaian tugas dan pemahaman materi
ajar dapat tercapai.
Mari kita kembali ke belakang, sejenak. Ketika Hirosima
Jepang hancur berantakan setelah kena bom atom, yang pertama ditanya oleh Raja
Jepang, "Berapa orang guru kita yang tersisa (masih hidup)?. Pertanyaan ini akan sangat aneh, ketika bukan
berapa banyak orang pintar bergelar, atau Jenderal Perang, atau profesional
lainnya yang ditanyakan.
Rehabilitasi Jepang dengan warganya yang ulet bekerja,
bersemangat tinggi, serta memiliki kapasitas pemikiran dan kecerdasan yang luar
biasa, sangat singkat. Tak lama meski dinyatakan kalah perang dan angkat tangan
dengan sekutu, berkat para Sensei (guru) di berbagai bidang ilmu, mampu
menegakkan kepala kembali. Cobalah kita berhitung, berapa banyak Jepang telah
menguasai kehidupan semua orang di dunia. Banyak. Mungkin tidak salahnya kalau
saya mengatakan bahwa bangsa Jepang bisa sedemikian hebat seperti saat ini
karena andil yang sangat besar oleh para guru.
Ini bukti, bahwa profesi guru sangat penting dan berada di
posisi puncak kejayaan. Negara lain, masih banyak yang lainnya, umumnya negara
yang berkategori maju dan memiliki manusia berilmu, terampil, terdidik, sangat
menghargai peran penting guru di negara mereka. Guru, adalah manusia terhormat,
didahulukan melangkah dan jadi teladan.
Namun
dewasa ini tak
banyak orang yang ingin menjadi guru. Terkadang ada yang memilih bekerja
sebagai guru karena tak diterima atau tak mendapat pekerjaan di bidang
lain. Padahal, menjadi guru adalah
panggilan jiwa untuk mengabdi. Menjadi guru itu mulai dari hati. Menjadi guru adalah pekerjaan yang
mulia. Coba bayangkan tentang generasi
muda kita 15 tahun kedepan (next
generation). Dengan tantangan zaman
yang semakin cepat berubah atau di kenal dengan zaman digital, tentunya kita
semua perlu mempersiapkan generasi sekarang yang adalah murid-murid kita, bukan
hanya dari sisi kognitif-psikomotorik saja tapi juga dari sisi etis-moralis. Jika kita
tidak mempersiapkan anak-anak (murid) kita mulai dari sekarang dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta yang paling penting adalah
mempersiapkan mereka dari segi mental (moral) dan keimanan, maka tidak mungkin
15 tahun akan datang bangsa kita akan hancur.
Beberapa
alasan saya mengapa ingin menjadi guru, disamping guru adalah pekerjaan
yang mulia:
(1) Berbagi Ilmu : Berbagi ilmu itu sangat-sangat istimewa. Ketika kita berbagi sesuatu hal yang bersifat materi, maka materi tersebut bisa saja habis dibagikan. Tetapi jika kita berbagi ilmu, ilmu tersebut tidak akan pernah habis, malah akan semakin banyak.
(2) Salah Satu Sarana untuk Membantu Sesama: Menjadi pendidik juga merupakan salah satu sarana untuk membantu sesama, bagaimana dengan ilmu yang kita miliki dapat dibagi kepada orang lain dan membuat kehidupan mereka menuju arah yang lebih baik.
(3) Salah Satu Sarana untuk Membangun Bangsa: Kunci kemajuan suatu bangsa terletak pada pendidikan.
(4) Salah Satu Sarana Belajar Mendidik Dan Menggali Potensi Anak: Karena potensi ini merupakan sebuah hal yang menarik, karena setiap tahun akan selalu muncul tantangan baru yang diikuti dengan potensi baru untuk sukses. Mendidik lagi bibit-bibit baru dan tentu dengan inovasi dan improvisasi baru dalam cara bimbingan agar dapat menciptakan generasi yang bermutu.
Mencapai Kesuksesan Murid.
Kesuksesan murid akan membawa pada kelangsungan karier
seorang guru. Setiap murid yang tidak mengerti tentang satu hal lalu belajar
untuk mengetahuinya lewat bantuan guru , akan memberikan perasaan gembira
seorang guru. Dan ketika seorang murid yang telah diprediksikan tidak naik
kelas bisa berhasil di tangan guru, maka ini bisa membuat stres yang biasanya
datang dalam pekerjaan menjadi hilang. Bayangkan
perasaan yang dirasakan ketika ada seorang murid yang berhasil karena kerja
keras guru.
Mendidik
anak-anak bukan berarti mengajarkan kepada mereka sekumpulan ilmu pengetahuan
semata. Mendidik berarti mengajarkan kepada anak-anak kita sejak usia dini,
kemampuan untuk siap dan mampu menghadapi tantangan dunia masa depan yang akan
menjadi ajang hidup mereka nantinya. Dan ini berarti menanamkan keingintahuan
dan rasa cinta belajar seumur hidup, kreativitas, keberanian mengemukakan
pendapat dan berekspresi, serta penghargaan akan segala bentuk perbedaan (antar
manusia).
Siswa
tidak peduli betapa pintarnya seorang guru, yang mereka pedulikan adalah apakah
guru tersebut juga peduli terhadap dirinya. Indikasi bahwa seseorang bisa
disebut guru (pendidik) yang hebat bukanlah pada kemampuannya mengajarkan murid
untuk pintar menjawab semua jenis pertanyaan, tetapi pada kemampuannya
menginspirasi murid agar mengajukan pertanyaan yang dia sendirinya kesulitan
untuk menjawabnya.
(Dengan
kata lain, bila guru mengajar agar murid bisa sama pintarnya dengan dia, itu
biasa saja. Guru yang hebat adalah yang bisa mendidik muridnya agar jauh lebih
pintar dan lebih kritis daripada dirinya sendiri.)
0 comments:
Posting Komentar